APA YANG TERJADI SAAT SISWA MENYONTEK?
untuk anak muridku tercinta
Hari itu selama satu minggu saya kebagian tugas untuk mengawas Try Out
dan Mid semester. Fenomena ganjil yang kerap kali hadir saat ujian pun
mulai jumpalitan di depan mata. Sambil menatap tajam setiap
siswa/siswi yang sedang putus asa dalam menjawab tiap butir soal di
depan matanya, pikiranku berusaha menelanjangi mereka: "kenapa kau
mencontek joko?, apakah kau tidak belajar semalam?, atau jangan-jangan
kau tidak pernah belajar selama tiga tahun ini?, lalu apa yang kau dapat
selama tiga tahun belakang ini?. Tidak kah engkau malu pada dirimu
sendiri bahwa ternyata apa yang kau pelajari selama ini hanya
mengantarkanmu menjadi pecundang, penipu, atau katakanlah bahwa engkau
masuk ke sekolah ini hanya untuk menjadi bodoh (peniru, tidak kreatif,
tidak mandiri, dan membuang-buang waktu dan tenaga saja)!". Lamunanku tersentak saat jono berbisik pada joko, seketika telunjukku menusuk matanya hingga seluruh mata mengarah pada jono. "hey jono! Lihat kedepan!" Bentak Jodi pada jono. "iya ni pa jono nayain jawaban terus, saya juga belum!" tegas joko padaku.
"hah!... tidak hanya joko, bahkan jono, Jodi, joni, dan judi serta
seisi kelas ini sedang berusaha sekuat tenaga mencari cara untuk
mencontek. Bukankah seharusnya mereka berusaha untuk menjawab atau
paling tidak menerka-nerka jawaban. Daripada berusaha mencari cara untuk
mencontek".
"ah… ini tidak bisa dibiarkan aku tidak mau menanggung dosa saat
kalian belajar melakukan kecurangan, aku tidak akan membiarkan kalian
belajar menjadi pembohong bagi diri kalian sendiri, aku juga malas
mengakui, jika suatu saat nanti budaya korup dan haram merajalela, hanya
karena aku membiarkan kalian menyontek lalu kalian terbiasa curang dan
menghalalkan segala cara."
"maafkan aku joko, jono, joni, Jodi, judi, dan anak-anaku sekalian,
aku akan merobek kertas jawaban kalian jika kalian berani mencontek di
depan mataku !"
Untungnya ada siswi seperti Tuti, meski seisi kelas terlihat panik
melihat kertas ulangan, namun tidak bagi tuti, ia tetap tenang menjawab
setiap soal didepan matanya. Tuti tergolong pendiam tak sekalipun aku
melihatnya menoleh ke kanan atau ke kiri. Saking pendiamnya
sampai-sampai aku belum pernah melihatnya berbicara atau buka mulut
untuk sekedar menguap. Dan biasanya meski teman sebelahnya kentut dengan
ancaman radiasi 1 kilometer pun, orang seperti ini tidak akan bergeming
sedikitpun. Itulah mengapa orang seperti Tuti dianggap sombong dan
sering dipermainkan teman sebayanya. Anehnya lagi, meski tergolong
cerdas Tuti tampak terbelakang dalam menyikapi fenomena disekitarnya,
tidak seperti Jono, Joni, dan yang lainnya, ketinggalan dalam pelajaran,
tapi up to date terhadap fenomena sekelilingnya.
Sempat aku berfikir bahwa sekolah seharusnya mampu menggabungkan
karakter yang berbeda tajam seperti ini dalam satu pribadi yang kuat.
Salah seorang dari kalian mungkin akan berkata bahwa kecerdasan tidak
bisa diukur hanya dari nilai ujian semata. Jadi mengapa kita harus
menanggapinya terlalu serius?
Itu benar, kecerdasan bisa diukur dari berbagai aspek, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik, namun ketika seorang pelajar melakukan
kecurangan, maka sesungguhnya ia telah menurunkan nilai afektif dan
psikomotor sekaligus.
Perilaku mencontek saat ujian adalah upaya untuk menjawab soal yang
dianggap sulit, hal ini mengindikasikan bahwa siswa yang mencontek
tersebut tidak mengetahui secara teoritis persoalan yang dihadapinya,
lalu dengan cara curang ia berusaha untuk mendapatkan penyelesaian
masalah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang mencontek
dianggap lemah secara moral dan lemah secara teoritis. Dan pada akhirnya
ketika ia lemah secara teoritis, maka ia akan kurang sempurna
pengetahuannya tentang cara melakukan sesuatu umpamanya. Hal ini akan
menurunkan nilai psikomotornya.
Jadi mungkin aku akan mengulang pertanyaanku kembali, "apa yang telah kau pelajari selama ini?"
"ah… akhirnya ada juga yang selesai" seketika kelas menjadi ramai
"belagu luh ton!" celetuk Joni
Tono memang tak pernah ambil pusing dalam menjawab soal ujian, toh nilai
yang didapat tak pernah objektif dan bagaimana mungkin bisa objektif
jika hampir seluruh siswa mencontek saat ujian…!
Saat kulihat lembar jawabannya, tertulis dengan jelas….
No 8 : soalnya juga gak ngerti
Rasanya pengen ketawa, tapi kutahan, saat itu adalah mata pelajaran B.
Arab. Lalu aku berdiri dan berkata pada seluruh siswa dalam ruangan:
"kalau kalian jujur, guru akan tau kalau dia gagal atau sukses dalam mengajar,
tapi kalau kaliang curang, dia gakan pernah tau dan kalian sendiri yang
akan rugi, buat apa bayar mahal-mahal, kadang dimarahin, dihukum, dan
sebagainya, tapi kalian tetap gagal?"
"jujurlah dan kalian akan berhasil, banyak orang yang telah berhasil
dengan cara curang atau berhasil lalu melakukan kecurangan akhirnya
berakhir dibalik jeruji penjara."
"berhasilah dengan cara yang baik dan melakukan yang baik saat berhasil. Itu sudah cukup untuk menjalani hidup !"
Lalu siswa yang lain menyusul Tono. Lambat laun usailah sudah ujian B.
Arab pagi itu. Soal essay itu terlalu rumit untuk kepala mereka,
terlihat dari lembar jawaban yang hanya berisi sedikit tulisan.
Keesokan harinya di ruang yang berbeda untuk mata pelajaran yang berbeda
pula. Singkat cerita ruangan semakin ramai, banyak siswa saling
menanyakan jawaban untuk soal yang beragam. Terlihat angka-angka
berhamburan dari mulut mereka dan berdesakan masuk ke telingaku. No 1
sampai 7.
Sambil mengisi berita acara, pikiranku berkata: "orang bisik-bisik ko
kenceng banget ya, sekali-kali nyonteknya yang cerdas keq, jangan pake
gaya kuno gitu, coba kalian belajar dari orang jepang, nyonteknya udah
canggih… ah… ! apa boleh dikata, wong ke warnet juga Cuma maen facebook,
twitter ato game online… buang-buang duit aja. Paling bagus ke warnet
nyari makalah yang udah jadi buat Menuhin tugas yang dikasih guru, gak
ada nilai kognitifnya sama sekali…!
Setelah selesai mengisi berita acara, saya berdiri menghampiri salah
satu meja peserta memberikan absensi, "kalau ada yang ketahuan nyontek
atau kerjasama, lembar jawaban akan saya rampas !"
Seketika ruangan menjadi hening. Satu persatu siswa mlai menguap dan
semakin banyak yang terpesona melihat soal di depan matanya, seolah
matanya kena pelet, kedap-kedip memandangi lembar soal. Entah apa yang
tengah berkecamuk dalam dirinya
"yang menyerah silahkan dikumpulkan!" sengaja kata-kata itu aku keluarkan untuk memacu kerja otak mereka.
Sebagian mulai berusaha mengingat-ingat pelajaran yang memang tidak
pernah dihapalnya, sebagian lagi mulai panik, dan sebagian lagi merengek
minta diizinin nyontek untuk satu jawaban saja. Tentu saja tidak aku
izinkan, lalu kelas mulai hening, tapi aku tau bagi mereka kelas terasa
ramai, ada gelora berkecamuk dalam diri mereka.
"kelas yang berbeda namun situasinya sama, kenapa mereka
mencontek? Adakah guru kalian salah dalam mengajar? Ataukah ditempat ini
memang dianggap lumrah? Siapkah kalian untuk ujian Negara yang ketat?
Siapkah kalian untuk tidak lulus? Aku takut suatu saat nanti Negara ini
tidak mempunyai buah karya orisinil, alih-alih buah karya tersebut malah
digugat karna plagiarism"
"tahukah kalian, digengamanku terselip masa depan Negara ini dan saat
aku biarkan kecurangan menyelinap ke luar dari sela-sela jariku, aku
melihat kebobrokan moral bangsaku dan saat pikiran kalian terkapar
dihantam ribuan soal, aku melihat betapa rapuhnya Negara ini, tak heran
jika Negara sekecil Malaysia meremehkan kita, negara tanpa semangat
juang, negara yang lemah secara intelektualitas, rapuh secara moral,
negara yang hanya bangga dengan warisan leluhurnya. Dan kalianlah masa
depan itu, yang kini tengah belajar curang, belajar menghalalkan segala
cara, belajar mempermalukan diri sendiri, belajar tidak
bertanggungjawab, dan belajar foya-foya (membuang uang untuk membayar
kegagalan)"
Saat ku lemaskan genggaman tanganku, kesedihan menghampiriku.
"lagi-lagi aku menelanjangi pikiran kalian, itu karena aku membenci cara-cara guru di negara ini dalam mengajar,
akulah salah satu korbannya, membuang uang untuk membeli kegagalan,
yang aku inginkan dari kalian hanya satu, jangan menjadi diriku yang
malas belajar karena membenci cara mengajar yang sama sekali tidak bernilai. Meski seumur hidupku hanya beberapa kali mencontek, tapi kebencianku pada cara-cara guru mengajar yang
membuatku seperti ini, jadi bukan karena tidak mau mencontek. Dan
sekarang aku lebih menghargai guru, karna disaat mereka salah,
setidaknya aku bisa memilah.
Dan karena saat ini aku adalah seorang guru dan belum menjadi guru yang baik, guru yang masih belajar mengajar. Meski menurutku kata sambil tidak pantas berdampingan dengan kata mengajar, seperti mengajar sambil jualan modul, mengajar sambil jualan pulsa, mengajar sambil nyari pasangan hidup, bahkan, mengajar sambil belajar. Kata sambil jika berdampingan dengan kata mengajar akan
menurunkan professionalisme seorang guru. Akan semakin banyak persoalan
yang dipikirkan seorang guru selain perkembangan muridnya. Dan pada
akhirnya output (kualitas) lulusan sekolah pun akan diragukan. Dan
barangkali dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri guru yang tidak
professional adalah guru yang ketika marah dia akan berkata "memangnya kamu doang yang saya pikirkan !!!"
Lalu apa yang terjadi saat siswa mencontek? Biarlah pikiranmu bekerja sejenak.
Sambil aku merumuskannya terlebih dahulu. Pikiranku terlalu liar untuk membahasnya sekarang
sumber http://nyap-nyap.blogspot.com/2013/03/apa-yang-terjadi-saat-siswa-menyontek.html